Jumat, 17 Oktober 2014

Ikhwan As-Shafa'



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Belakangan ini banyak bermunculan karya-karya filsafat dari tokoh-tokoh islam. Bagi beberapa pihak hal ini mengejutkan mengingat adanya anggapan banyak orang tentang keengganan islam berfilsafat sejak Al Ghazali mengembangkan kritiknya terhadap filsafat dan para filosof muslim terutama Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd.
Namun anggapan seperti itu bertolak belakang mengingat banyak sekali bermunculan ahli filsafat muslim setelah Ibnu Rusyd. Kemudian untuk mengungkap ketidak cocokan Al Ghazali mengenai filsafat perlu pembahasan yang mendetail. Disini akan dipaparkan salah satu filsafat muslim yang mungkin bertentangan dengan Al Ghazali yaitu Ikhwan Al-Shafa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang dan keanggotaan Ikhwan Al-Shafa ?
2.      Sebutkan karya-karya Ikhwan Al-Shafa ?
3.      Sebutkan filsafatnya Ikhwan Al-Shafa ?

C.    Tujuan Mempelajari Filsafat Ikhwan Al-Shafa
Mempelajari filsafat Ikhwan Al-Shafa mempunyai beberapa tujuan diantaranya :
1.      Untuk mengetahui latar belakang dan keanggotaan Ikhwan Al-Shafa.
2.      Bisa menyebutkan karya-karya Ikhwan Al-Shafa.
3.      Untuk memperdalam filsafatnya Ikhwan Al- Shafa.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Lahir dan Keanggotaan
Ikhwan al-Shafa’ (Persaudaraan Suci) adalah nama kelompok pemikir Islam yang bergerak secara rahasia dari sekte Syi’ah Ismailiyah yang lahir pada abad ke 4 H (10 M) di Basrah. Kelompok ini juga menamakan dirinya Khulan al-Wafa’, Ahl al-Adl, dan Abna’ al-Hamd. Salah satu ajaran Ikwan al-Shafa adalah paham taqiyah (menyembunyikan keyakinan), paham taqiyah ini disebabkan basis kegiatannya berada ditengah-tengah masyarakat sunni yang nota bene adalah lawan ideologi dari Ikhwan al-Shafa’ (Syi’ah), kerahasiaan kelompok ini juga disebabkan oleh dukungan mereka terhadap faham mu’tazilah yang telah dihapuskan dari madzhab Negara oleh khalifah Abbasiyah al-Mutawakkil (sekte sunni). maka kaum rasionalis dicopot dari jabatan pemerintahan kemudian diusir dari Baghdad.
Berikutnya penguasa melarang mengajarkan kesusateraan, ilmu, dan filsafat. Kondisi yang tidak kondusif ini berlanjut pada khalifah-khalifah sesudahnya. Berdasarkan permasalahan itulah kelompok ini selain bergerak di bidang keilmuan juga bertendensi politik.
Pada masa khilafah Abbasiyah dikuasai Dinasti Salajikah yang berpaham sunni, gerakan kelompok ini dinilai mengganggu stabilitas keamanan dan ajaran-ajarannya dipandang sesat. Maka pada tahun 1150 Khalifah Al-Muntazid menginstruksikan agar seluruh karya filsafat Ikhwán dibakar. Hal ini disebabkan karena perbedaan ideologi antara penguasa Dinasti Salajikah yang Sunni dengan kelompok Ikhwan al-Shafa yang Syiah.
Ikhwan al-Shafa’ merupakan gerakan yang mempertahankan semangat berfilsafat khususnya dan pemikiran rasional umumnya. Tokoh terkemuka kelompok ini adalah Ahmad ibnu Abd Allah, Abu Sulaiman Muhammad Ibnu Nashr al-Busti yang terkenal dengan sebutan al-Muqaddasi, Zaid ibn Rifa’ah selaku ketua dan Abu al-Hasan Ali ibnu Harun al-Zanjany.
Lahirnya Ikhwan al-shafa’ adalah ingin menyelamatkan masyarakat dan mendekatkannya pada jalan kebahagiaan yang diridhai Allah. Menurut mereka, syariat telah dinodai bermacam-macam kejahiliyahan dan dilumuri keanekaragaman kesesatan. Satu-satunya jalan untuk membersihkannya adalah filsafat.
Dalam kelompok ini ada empat tingkatan anggota sebagai berikut:
· Al-Ikhwan al-Abrar al-Ruhama, kelompok yang berusia 15-30 tahun yang memiliki jiwa yang suci dan pikiran yang kuat. Mereka berstatus murid, karenanya dituntut tunduk dan patuh secara sempurna kepada guru.
· Al-Ikhwan al-Akhyar , yakni kelompok yang berusia 30-40 tahun. Pada tingkat ini mereka sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang, dan siap berkorban demi persaudaraan (tingkat guru-guru).
· Al-Ikhwan al-Fudhala al-Kiram, yakni kelompok yang berusia 40-50 tahun. Dalam kenegaraan kedudukan mereka sama dengan sultan atau hakim. Mereka sudah mengetahui aturan ketuhanan sebagai tingkatan para nabi.
· Al-Kamal, yakni kelompok yang berusia 50 tahun ke atas. Mereka disebut dengan tingkat al-Muqarrabin min Allah karena mereka sudah mampu memahami hakikat sesuatu sehingga mereka sudah berada diatas alam realitas, syariat dan wahyu sebagaimana malaikat al-muqarrabun.
B.     Karya-Karyanya
Pertemuan-pertemuan yang dilakukan sekali dalam 12 hari di rumah Zaid ibn Rifa’ah (ketua) secara sembunyi-sembunyi tanpa menimbulkan kecurigaan telah menghasilkan 52 risalah. Ditilik dari segi isi, rasail tersebut dapat diklasifikasikan kepada empat bidang yaitu:
·         14 risalah tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, seni, modal dan logika
·         17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, yang mencakup genealogi, mineralogi, botani, hidup dan matinya alam, senang sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan kesadaran.
·         10 risalah tentang ilmu jiwa, mencakup metafisika Phytagoreanisme dan kebangkitan alam
·         11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan, meliputi kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan Allah, akidah mereka, kenabian dan keadaannya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan Allah, magic dan azimat.
C.    Filsafatnya
a.      Tawfiq dan At-Talfiq
Pemikiran at-Tawfiq Ikhwan al-Shafa terlihat pda tujuan pokokbidang keagamaan yang hendak mereka capai yakni merekonsiliasikan atau menyelaraskan antara agama dan filsafat dan juga antar agama-agama yang ada. Kemudian menurut mereka apabila dipertemukan dan disusun antara filsafat yunani dan syari’ah arab, maka ia akan menghasilkan formulasi yang lebih sempurna.
Disamping itu ikhwan al-Shafa juga memadukan agama-agama yang berkembang pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, seperti Islam, Kristen, Majusi, Yahudi dll. Karena menurut mereka tujuan agama adalah sama, yaitu untuk mendekatkandiri kepada tuhan.
Usaha at-Taufiq di atas akan menghasilkan kesatuan filsafat dan kesatuan madzhab. Implikasinya akan melahirkan apa yang disebut dengan at-Talfiq (elektik), yang memadukan semua pemikiran yang berkembang pada waktu itu, seperti pemikiran Persia, Yunani dan semua agama. Sementara itu sumber ajaran mereka ialah Nuh, Ibrahim, Socrates, Plato, Zoroaster, Isa, Muhammad, dan Ali, adalah keinginan yang ideal yang tidak pernah ada dalam realitas. Karena bagaimana mungkin menyatukan sifat manusia yang hitrogen secara utuh dan penuh kesadaran, kalaupun hal ini mungkin diwujudkan, tentu menghendaki pemaksaan, dan tidak akan bertahan lama.
Ikhwan al-Shafa berusaha memadukan agama-agama yang ada dengan filsafat. Mereka menyatakan bahwa apabila dipertemukan antara filsafat Yunani dan syari’at Arab, maka akan menghasilkan formulasi-formulasi yang lebih sempurna. Ikhwan al-Shafa menempatkan filsafat menjadi landasan agama yang dipadukan dengan ilmu. Usaha rekonsiliasi antar agama dengan filsafat sebenarnya telah dilakukan Al-Farabi dan Ibnu Sina. Akan tetapi, kedua filosof ini hanya mengupas keselarasan kebenaran filsafat dan agama. Sementara itu Ikhwan al-Shafa melepaskan sekat-sekat perbedaan agama. Karena itu rekonsiliasi yang mereka maksud tidak hanya antara filsafat dengan agama Islam, namun juga antara filsafat dengan seluruh agama, ajaran, dan keyakinan, seperti Kristen, Majuzi, Yahudi dan lain-lainnya. Menurut mereka, tujuan semua agama tersebut sama-sama untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Yang mereka maksud adalah Islam sebagai ajaran utama dan ajaran-ajaran lain hanya sekedar pelengakap untuk memudahkan pemahaman Islam itu sendiri. ini akan mereka jadikan sebagai pegangan dalam negara baru yang mereka impikan.
b.      Metafisika
Dalam masalah ketuhanan, Ikhwan al-Shafa melandasi pemikirannya pada angka-angka atau bilangan. Menurut mereka, pengetahuan tentang angka membawa pada pengakuan tentang keesaan Allah karena apabila angka satu rusak, maka rusaklah semua angka.
Selanjutnya mereka katakan, angka satu sebelum angka dua dan dalam angka dua terkandung pengertian kesatuan. Dengan istilah lain, angka satu adalah angka yang pertama dan angka itu terlebih dahulu dari angka dua lainnya. Oleh karena itu, keutamaan terletak pada yang dahulu, yakni angka satu. Sementara angka dua dan lainnya terjadinya kemudian. Oleh karena itu, terbuktilah bahwa Yang Maha Esa (Allah) lebih dahulu dari yang lainnya seperti dahulunya angka satu dari angka lain.
Hal ini terlihat jelas pengaruh Neo-Pythagoreanisme yang dipadukan dengan filsafat keesan Plotinus pada Ikhwan al-Shafa. Kesan tauhid dalam filsafat mereka itulah yang menarik Ikhwan al-Shafa mengambilnya sebagai argumen tentang keesan Allah.
Tentang ilmu Allah mereka katakan bahwa seluruh pengetahuan berada dalam ilmu Allah sebagaimana beradanya seluruh bilangan dalam bilangan satu. Berbeda dengan ilmu para pemikir, ilmu Allah dari zat-Nya sebagaimana bilangan yang satu, meliputi seluruh bilangan. Demikian pula ilmu Allah terhadap segala yang ada.
c.       Emanasi (al-Faidh)
Berkaitan dengan penciptaan alam, pemikiran ikhwan al-Shafa merupakn perpaduan antara pendapat Aristoteles, Plotinus dan Mutakallimin. Bagi Ikhwan al-Shafa, tuhan adalah pencipta dan mutlak esa. Lengkapnya rangkaian proses emanasi itu adalah :
1. Akal Pertama atau Akal Aktif
2. Jiwa Universal
3. Materi Pertama
4. Potensi Jiwa Universal
5. Materi Absolut atau Materi Kedua
6. Alam Planet-planet
7. Anasir-anasir alam terendah, yaitu air, udara, tanah dan api
8. Materi gabungan, yang terdiri dari mineral, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Kedelapan mahiyah di atas bersama dengan zat Allah yang mutlak, sempurnalah jumlah bilangan menjadi sembilan. Angka sembilan ini membentuk substansiorganik pada tubuh manusia, yaitu tulang, sum-sum, daging, urat, darah, saraf, kulit, rambut dan kuku.
d.      Matematika
Dalam pembahasan matematika Ikhwan al-Shafa dipengaruhi oleh pitagoras yang mengutamakan pembahasan tentang angka atau bilangan. Bagi mereka angka-angka itu mempunyai arti spekulatif yang dapat dijadikan dalil wujud sesuatu oleh sebab itu ilmu hitung merupakan ilmu yang paling mulia dibandingkan ilmu empirik karena tergolongilmu ketuhanan.
Angka satu merupakan dasar segala wujud ini da merupakan permulaan yang absolute. Huruf hijaiyah yang jumlahnya ada 28 adalah hasil perkalian dari 4 x 7. Angka 7 mengandung nilai kesucian sedangka angka 4 mempunyai arti empat penjuru angin.
e.       Jiwa
Dalam tubuh manusia jiwa memiliki tiga fakultas :
a.       Jiwa tumbuhan yaitu dimiliki oleh semua makhluk hidup. Jiwa ini terbagi dalam tiga daya yaitu makan, tumbuh, dan reproduksi.
b.      Jiwa hewan yaitu dimiliki oleh hewan dan manusia. Jiwa ini memiliki dua daya yaitu penggerak dan sensasi.
c.       Jiwa manusia yaitu jiwa yang menyebabkan manusia berpikir dan berbicara.
f.       Moral
Adapun tentang moral, ikhwn al-shafa bersifat rasionalistis. Untuk itu suatu tindakan harus berlangsung bebas mereka. Dalam mencapai moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari ketergantungan kepada materi. Harus memupuki rasa cinta untuk bisa sampai kepada ekstase. Percaya tampa usaha, mengetahui tampa berbuat atau sia-sia. Kesabarabna dan ketabahan, kelembutan dan kehalusan kasih sayang, keadilan rasa syukur, mengutamakan kebijakan, gemar berkornban untuk orang lain kesemuanya harus menjadi krasteristik pribadi. Sebaliknya, bahasa kasar, kemunafiakan, penipuan, kezaliman, dan kepalsuan harus dikritis habis sehingga timbul kesucian perasaan, kecintaan yang membara sesame manusia, dan kemarahan terhhadap alam, binatang liar sekalipun.

B. Ibnu Sina
1.      Biografi
Nama lengkapnya Abu Ali al-Husein ibn Abdillah ibn Hasan ibn Sina. Dikenal sebagai seorang filosof Islam terbesar bergelar Syaikh ar-Ra’is. Lahir dalam keluarga bermazhab Syi’ah tahun 370 H/ 980 M, di desa Efyanah (Kawasan Bukhara). Di Bukhara, ia dibesarkan dan belajar falsafah, kedokteran, dan ilmu-ilmu agama Islam. Di usia 10 tahun, Ia mempelajari Islam dan menghafal al-Qur’an. Ibnu Sina juga mempelajari astronomi, matematika, fisika, metafisika, logika, dan kedokteran. Usia 16 tahun, ia dikenal sebagai dokter ahli berbagai penyakit. Usia 18 tahun, ia menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti falsafah, matematika, logika, astronomi, musik, mistik, bahasa dan hukum Islam. Ia mampu meyembuhkan penyakit yang diderita penguasa Bhukara, Nuh ibn Mansur (387 H/997 M), dan diberi imbalan untuk memanfaatkan perpustakaannya. Usia 20 tahun, ayahnya meninggal, ia pindah ke Jurjan dan bertemu Abu ‘Ubaid al-Juzajani kemudian menjadi muridnya dan menulis sejarah hidupnya, pernah menjadi menteri di Hamazan. Ia meninggal dunia pada hari Jum’at bulan Ramadhan dalam usia 58 tahun, dan dimakamkan di Hamazan .
2.      Karyanya
Karangan Ibnu Sina yang terkenal ialah :
a. Asy-Syifa. terdiri dari 4 bab, logika, fisika, matematika, dan metafisika.
b. An-Najat. ringkasan as-Syifa, pernah diterbitkan bersama dengan buku al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.
c. Al-Isyarat wat-Tanbihat. Pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892.
d. Al-Hikmat al-Masyriqiyyah. banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskahnya yang masih memuat logika.
e. Al-Qanun fi al Tibb (buku kedokteran ditulis 14 jilid, ditulis saat usia 16 tahun), atau Canon of Medicine, pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sampai akhir abad 17 Masehi .
3.      Filsafatnya
Merupakan gabungan tradisi Aristotelian, pengaruh Neoplatonism dan teologi Islam.
a.       Al-Tawfiq/ Rekonsiliasi antara Agama dan Filsafat
Ibnu Sina memadukan agama dan filsafat. Menurutnya Nabi dan Filosof menerima kebenaran dari sumber yang sama, yakni Malaikat Jibril yang juga disebut Akal kesepuluh atau Akal Aktif. Perbedaannya terletak pada cara memperolehnya, bagi Nabi terjadinya hubungan dengan Malaikat Jibril melalui akal materiil yang disebut hads (kekuatan suci), sedangkan Filosof melalui akal mustafad. Pengetahuan yang diperoleh Nabi disebut wahyu, berlainan dengan pengetahuan yang diperoleh Filosof hanya dalam bentuk ilham, tetapi antara keduanya tidaklah bertentangan.
Ibnu Sina membedakan antara para Nabi dan para Filosof, Nabi ialah manusia pilihan Allah dan tidak ada peluang bagi manusia lain untuk jadi Nabi. Sementara Filosof adalah manusia yang mempunyai intelektual tinggi dan tidak bisa jadi Nabi.
b.      Wujud
Dalam filsafat wujudnya, segala yang ada ia bagi pada 3 tingkatan:
1) Wajib Al-Wujud, essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud, keduanya adalah sama. Essensi ini tidak dimulai dari tidak ada, kemudian berwujud, tetapi ia wajib berwujud selamanya.
2) Mumkin Al-Wujud, essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh tidak. Artinya, jika ia diandaikan tidak ada atau ada, maka ia tidaklah mustahil, yakni boleh ada dan boleh tidak.
3) Mumtani’ Al-Wujud, essensi yang tidak dapat mempunyai wujud.
c.        Emanansi atau pancaran
Ketika Allah wujud sebagai Akal langsung memikirkan terhadap zat-Nya yang menjadi objek pemikiran-Nya, maka memancarkan Akal Pertama. Dari Akal Pertama ini memancar Akal Kedua, Jiwa Pertama, dan Langit Pertama, seterusnya sampai Akal Kesepuluh yang lemah dan tidak dapat menghasilkan akal sejenisnya, dan menghasilkan Jiwa kesepuluh, bumi, roh, materi pertama yang menjadi dasar bagi keempat unsur pokok : air, udara, api, dan tanah.
Akal pertama bersifat wajib wujudnya punya 3 objek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya.
Emanasi Ibnu Sina menghasilkan 10 akal dan 9 planet. 9 akal mengurusi 9 planet dan akal ke-10 mengurusi bumi. Akal-akal adalah para malaikat, akal pertama adalah Malaikat Tertinggi dan Akal Kesepuluh adalah Jibril yang bertugas mengatur bumi dan isinya.
d.      Jiwa
Jiwa manusia, sebagai jiwa lain dan segala yang terdapat di bawah bulan, memancar dari Akal kesepuluh. Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bagian: Tumbuhan, Binatang dan Manusia. Manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jika jiwa manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum berpisah dengan badan, maka selamanya berada dalam kesenangan, dan jika berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, maka akan hidup dalam penyesalan dan terkutuk selamanya di akhirat.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
              i.      Ikhwan al-Shafa’ (Persaudaraan Suci) adalah nama kelompok pemikir Islam yang bergerak secara rahasia dari sekte Syi’ah Ismailiyah yang lahir pada abad ke 4 H (10 M) di Basrah.
            ii.      Ada empat tingkatan anggota Ikhwan al-Shofa yaitu : Al-Ikhwan al-Abrar al-Ruhama, Al-Ikhwan al-Akhyar, Al-Ikhwan al-Fudhala al-Kiram, Al-Kamal.
          iii.      Karya-karya Ikhwan al-Shafa berjumlah 52 risalah yang diklasifikasikan dalam empat bidang yaitu : 14 risalah tentang matematika, 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, 10 risalah tentang ilmu jiwa, 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan.
          iv.      Filsafat Ikhwan al-Shafa mencakup : Tawfiq dan At-Talfiq, Metafisika, Emanasi (al-Faidh), Matematika, Jiwa dan moral.
B.     Kritik dan Saran
Alhamdulillah tiada harapan dan upaya sedikitpun dari kami klecuali makalah ini dapat bermanfa’at bagi segenap pembaca, dan dapat menambah sedikit banyak mengenai studi Islam.
Di balik itu semua maka dengan segala kemampuan yang penulis miliki tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Sudilah kiranya memberi teguran dan pembenaran kontruktif bagi kami, terutama dari teman-teman mahasiswa dan bapak dosen pengampu hususnya, dan sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih.




DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama
Sirojuddin. 2009. Filsafat Islam. Jakarta: Rajawali Press
Fakhry Majid. Sejarah Filsafat Islam. Mizan, Bandung: 2001
Naiati M Ustman.. Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim. Pustaka Hidayah Bandung: 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar