MAKALAH
Nama Mahasiswa : Muchammad Alfin Mas’udy
Dosen Pembimbing :
Bu Nining Khurrotul Aini M.Si
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
( STIT ) ULUWIYAH
MOJOSARI MOJOKERTO
Jln. Raya Mojosari-Mojokerto KM. 4 No.
10 Mojosari Mojokerto ( 085749656904 )
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
tentang ”Perkembangan Islam di Asia Tenggara, Terutama di Filipina, Malaysia, dan
Indonesia” ini. Makalah ini merupakan
tugas yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan
salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW,
keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam
ajaran beliau.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih ada kekurangan disebabkan oleh kedangkalan dalam memahami teori,
keterbatasan keahlian, dana, dan tenaga penulis. Semoga segala bantuan,
dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang telah diberikan kepada kami dapat
bernilai ibadah di sisi Allah Subhana wa Taala. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfat bagi kita semua,
khususnya bagi penulis sendiri.
Mojokerto , 26 September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………....1
Kata Pengantar………………………………………………………………2
Daftar Isi……………………………………………………………………..3
BAB
I
1.
Latar Belakang………………………………………………………......4
2.
Rumusan Masalah…………………………………………………….....4
3.
Tujuan………………………………………………….………………..4
BAB
II
1.
Islam di Filipina…………………………………………………….........5
2. Islam di Malaysia………………………….………………………….…7
3.
Islam di Indonesia……………………………….…….……………......13
BAB
III
1.
Kesimpulan……………………………………………………………..18
2.
Saran………………………………………………………………...…18
3.
Daftar Pustaka………………………………………………………….18
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Membicarakan masalah perkembangan Islam di kawasan Asia
Tenggara bukanlah suatu hal yang mudah. Kawasan yang secara geografis meliputi
tujuh buah negara ini sungguh mempunyai identitas dan kekhasannya yang
tersendiri. Negara-negara Asia Tenggara, terutama yang bergabung salam ASEAN,
ditinjau dari segi sosiokultural dan perkembangan Islam, kiranya dapat di
kelompokkan ke dalam empat ke lompok, yaitu negara-negara yang penduduk
muslimnya amat sedikit, seperti Thailand; negara-negera yang mayoritas warga
negaranya beragama Islam, seperti Malaysia; negara-negara yang pertumbuhan
ekonominya cukup lumayan tetapi negara tidak begitu memerhatikan masalah agama,
seperti Singapore; dan negara yang amat meperhatikan masalah agama, khususnya
Islam seperti Brunei Darussalam.
Sejak beberapa tahun terakhir,
sejumlah pengamat dunia Islam atau islamicist di luar negeri memberikan
analisis dan komnetar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia Tenggara,
Khususnya Indonesia dan Malaysia. Karakter terpenting Islam di Asia Tenggara
misalnya, watak yang lebih damai, ramah, dan toleran. Watak Islam seperti ini
diakui banyak pengamat atau orentalis di masa lalu. Di antaranya, Thomas W.
Arnold, dengan buku klasiknya, The Preaching of Islam (1950) yang menyimpulkan
bahwa penyebaran dan perkembangan history Islam di Asia Tenggara berlansung
secara damai; dalam istilah Arnold disebut sebagai penetration pacifigure.
2. Rumusan Masalah
- Bagaimana perkembangan islam di kawasan Asia Tenggara?
- Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan di Asia tenggara ?
3. Tujuan Pembahasan
- Mengetahui perkembangan islam di kawasan Asia Tenggara.
- Memahami Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan di Asia tenggara
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Islam di Filipina
Dahulu Islam tersebar di Filipina, hampir mencapai seluruh
kepulauannya. Disana juga telah berdiri pemeritahan Islam, seperti halnya yang
terjadi di Indonesia. Akan tetapi secara tiba-tiba muncul arus pemikiran
keagamaan yang di bawa oleh penjajah spanyol.
Pada tahun 1521 M, secara mendadak Spanyol menyerbu
kepulauan-kepulauan Filipina. Mereka datang dengan membawa seluruh dendam
orang-orang salib terhadap kaum muslimin. Maka situasi difilipina pada masa itu
hampir sama dengan situasi yang di alami oleh muslim di Andalusia. Penjajah
spanyol berada di Filipina ini hingga tahun 1898 M, hampir mencapai 4 abad.
Pada 1896, presiden Mc Kinley dari AS
memutuskan untuk menduduki Filipina untuk “meng-kristenkan dan membudayakan”
rakyat sebagaimana ia ajukan. Amerika berhasil menaklukan jajahan spanyol ini
pada 1898 M, tetapi Negara muslim sulu melawan. Sulu jatuh ketangan Amerika
pada 1914 setelah berjuang lama dan gagah berani. Utuk pertamakali dalma
sejarahnya bangsa Moro (nama muslim untuk tanah air mereka di Filipina) jatuh
ketentara non muslim dan kehilangan kemerdekaannya. Pada 11 maret 1915, sultan
muslim dipaksa turun tahta . tetapi diakui sebagai ketua komunitas muslim.
Amerika lalu mengumumkan kemerdekaan bagi Filipina pada tahun 1946. Sekarang
ini Islam hanya tinggal ada di wilayah selatan Filipina, yang sampai saat ini
masih menuntut pemerintahan otonom dengan segala upayanya.
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina pada 4 Juli 1946 M dari
Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro.
Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata
memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada
masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front
perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM (Mindanao Independece
Movement),MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama, juga
merupakan masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang
melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan.
Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand
Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua
presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan
Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro.
Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation
Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos. Perkembangan
berikutnya, MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah.
Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nur Misuari yang
berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF)
pimpinan Hashim Salamat, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam
dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan.
Pada dekade 70-an, Michael O. Masturs dan Adip Majul telah
mengisi kekosongan kritis dalam literature ilmu sosial tentang kaum muslim di
Filipina. Dalam kebijakan publik, keduanya berhasil membuat draf kitab
undang-undang bagi kaum muslim Filipina yang sekarang disahkan sebagai PD No.
1083. Ini tellah melahirkan arah penelitian baru bagi reformasi hokum dan
administrasi pengadilan syariah di Asia Tenggara.
Perubahan rezim politik telah membuka jalan bagi reformasi
ekonomi. Kedua sarjana tersebut telah mendesak H.B 4996 yang drafnya ia buat
untuk Piagam Bank Investasi Islam Filipina. Dengan bank ini, diharapkan kaum
muslim dapat masuk ke arus utama teknik keuangan kontemporer. Dalam beberapa
hal ini berarti sumbangan pikiran dari keduanya telah mengonkretkan aspirasi
sosial ekonomi kaum muslim Filipina.
Salah satu bukti kejayaan islam pada
masa lampau di Filipina yakni Trasila Sulu yang berisi catatan sejarah dan atau
silsilah kerajaan sulu. Pada akhir abad 19, sebuah bertahan lama tarsila catatan (catatan
garis keturunan silsilah di Sulu) diberikan kepada penulis Najeeb M. Saleeby oleh Haji Abdul Baqi Buto, yang menjabat sebagai
Perdana Menteri ke politik yang berkuasa lalu Sultan Sulu - Jamal
ul-Karim II. Melalui tarsila, Saleeby berdasarkan buku terkenal yang
berjudul 'Sejarah Sulu',
diterbitkan oleh pemerintah kolonial AS di Filipina pada 1908.
Buku Saleeby tidak hanya
menceritakan sejarah silsilah dari Kerajaan
Kesultanan Sulu, serta yang naik dan turun dari kekuasaan,
tetapi juga kronik bagaimana iman Islam, diperkenalkan di dalam negeri melalui kepulauan
Sulu.
Kemunduran islam di Filipina mulai
Nampak ketika spanyol datang menjajah Negara ini. Kemudian disusul kristeisasi
besar-besaran serta penindasan terhadap muslim moro. Namun sampai sekarang
hanya sedikit masyarakat islam yag tersisa di Negara Filipina yakni sekitar
wilayah selatan Filipina.
Kesultanan Sulu
Kesultanan
Sulu merupakan kesultanan yang berada di Filiphina bagian selatan. Islam
masuk dan berkembang melalui orang Arab yang melewati jalur perdagangan Malaka
dan Filiphina. Pembawa Islam di Sulu adalah Syarif Karim al-Makdum, mubaligh
arab yang ahli dalam pengobatan. Abu Bakar seorang da’i Arab yang menikah
dengan putrid dari pangeran Bawansa dan kemudian memerintah Sulu dengan
mengangkat dirinya sebagai sultan. Sayyid Abu Bakar menerapkan Islam
dalam pemerintahan ataupun kehidupan masyarakat. Para penguasa kesultanan
dimulai sejak Syarif abu Bakar (Sultan Syarif al-Hasyim 1405-1420) hingga
Sultan Jamalul Kiram II (1887) berjumlah 32 sultan.
2.
Islam
di Malaysia
a. Proses masuknya Islam di Malaysia
Sejarah
masuknya Islam di Malaysia tidak bisa terlepas dari kerajaan-kerajaan Melayu,
jauh sebelum datangnya Inggris di kawasan tersebut. Sebab kerajaan ini dikenal
dalam sejarah sebagai Kerajaan Islam, dan oleh pedagang Gujarat melalui daerah
kerajaan tersebut mendakwahkan Islam ke Malaysia pada sekitar abad kesembilan.[1]
Dari
sini kemudian dipahami bahwa Islam sampai ke Malaysia belakangan ketimbang
sampainya Islam di Indonesia yang sudah terlebih dahulu pada abad ketujuh.[2] Berdasarkan keterangan ini, maka
asal usul masuknya Islam ke Malaysia berdasar pada yang dikemukakan Azyumardi
Azra bahwa Islam datang dari India, yakni Gujarat dan Malabar.
Sebelum
Islam datang wilayah Asia Tenggara, Malaysia adalah berada di jalur perdagangan
dunia yang menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan India dengan wilayah
China, dan dijadikan tempat persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang amat
penting.[3] Maka tidak heranlah jika wilayah
ini juga menjadi pusat bertemunya pelbagai keyakinan dan agama (a cross-roads
of religion) yang berinteraksi secara kompleks.[4]
Agama
dan keyakinan itu pun telah mempengaruhi susunan sosial, budaya, ekonomi, dan
politik di wilayah ini. Menurut Prof. DR. Hamka (Haji Abdul Malik Karim
Amrullah) bahwa ada tiga isu masuknya Islam di Malaysia yaitu Perbincangan
tentang proses yang membawa kepada penyebaran Islam ke Alam Melayu akan melibatkan
perbincangan yang membabitkan tiga isu. [1]Isu-isu
tersebut ialah bila tarikh sebenar Islam diperkenalkan kepada orang Melayu,
dari manakah asal-usul pendakwah yang menyebarkan agama tersebut dan
bagaimanakah proses ini boleh berlaku dengan begitu berkesan sekali. Dalam
menghuraikan ketiga-tiga isu ini kelebihan yang terdapat dalam hujah yang
diberikan oleh beliau telah mempelopori pendekatan yang memberikan perspektif
tempatan tentang proses yang membawa kepada penyebaran Islam ke Alam Melayu.
Isu
pertama yang menimbulkan perbincangan tentang penyebaran Islam di Alam Melayu
adalah berkaitan dengan bilakah tarikh tepat agama Islam mula disebarkan di
rantau ini. Dalam tulisannya, Hamka cenderung berpendapat bahawa agama Islam
telah diperkenalkan di rantau ini pada awal abad Hijrah (abad ketujuh Masihi).
Pendapat yang beliau kemukakan ini adalah berdasarkan kajian yang lakukan
dengan merujuk sumber Cina.[5] Pendapat yang dikemukakan juga
adalah dengan bersandar kepada tulisan oleh seorang sarjana Barat, iaitu
T.W. Arnold yang mengaitkan penyebaran agama Islam dengan peranan yang
dimainkan oleh pedagang-pedagang Arab. Dalam kajiannya, T.W. Arnold mendapati bahawa
pedagang-pedagang Arab telahpun menjalin hubungan perdagangan dengan rantau
sebelah timur sejak sebelum abad Masihi lagi. Pada abad kedua Sebelum Masihi
hampir keseluruhannya perdagangan di Ceylon berada di tangan orang Arab.
Menjelang abad kesembilan Masihi kegiatan perdagangan orang Arab dengan Ceylon
semakin meningkat apabila meningkatnya hubungan perdagangan antara orang Arab
dengan China. Menurut rekod sejarah, menjelang pertengahan abad kelapan Masihi
pedagang-pedagang Arab dapat ditemui dengan ramainya di Canton. Dari abad
ke-10 hingga abad ke-15, sebelum kedatangan Portugis, orang Arab
merupakan pedagang yang unggul dan hampir tidak tercabar dalam menjalankan
kegiatan perdagangan dengan Timur.
Berdasarkan
pandangan yang diberikan oleh T.W Arnold ini, Hamka berpendapat bahawa sudah
semestinya apabila orang Arab memeluk agama Islam mereka akan berusaha
menyebarkan agama tersebut di kawasan-kawasan di mana mereka menjalankan
kegiatan perdagangan. Namun begitu, hujah yang dikemukan ini sukar untuk
dibuktikan karena ketiadaan maklumat bertulis yang konklusif bagi menyokong
pendapat yang diberikan. Lantaran itu, dari segi rekod Hamka setuju dengan
pandangan yang umumnya disepakati, termasuklah oleh sarjana Barat bahawa
Samudera-Pasai (abad ke-13-14) adalah merupakan kerajaan Melayu-Islam
yang pertama yang diwujudkan di rantau ini.
Islam
masuk ke Malaysia pada abad pertama Hijrah dibawa oleh para pedagang India,
Persia, dan juga Arab melalui suatu proses damai dan secara cepat diterima oleh
masyarakat kerana mampu berbaur dengan adat dan kebudayaan masyarakat tempatan.
Isu
kedua para penyebar Islam tersebut menurut T. W. Arnold.[6] tidak datang sebagai penakluk
dengan menggunakan kekuatan pedang untuk menyebarkan Islam, sebagaimana yang
terjadi di wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika. Mereka juga tidak
menguasai hak-hak penguasa tempatan untuk menekan rakyat, sebaliknya mereka
hanya sebagai pedagang yang memanfaatkan kepintaran dan peradaban mereka yang
lebih tinggi untuk kepentingan penyebaran Islam dengan memperkenalkan toleransi
dan persamaan antara manusia. Bagi penganut Hindu, yang agama mereka
mengajarkan sistem kasta dalam masyarakat, agama Islam yang baru mereka kenali
adalah amat menarik perhatian, khususnya di kalangan pedagang yang cenderung
kepada orientasi kosmopolitan.[7] itulah sebabnya penerimaan orang
Melayu terhadap agama Islam adalah berkait erat dengan keluhuran agama
tersebut.
Isu
ketiga suatu proses perubahan kebudayaan tidak akan berlaku jika tidak ada
titik-titik kesamaan yang saling menghubungkan, begitu juga yang terjadi pada
Islam dan kebudayaan Malaysia. Seandainya Islam dengan serta merta menghapuskan
segala kebudayaan dan tradisi yang wujud sebelumnya, mungkin ia sama sekali
tidak akan menemukan tempat untuk memasuki pulau-pulau di kawasan ini. Islam
sebenarnya telah masuk di pelbagai wilayah Malaysia berabad-abad sebelum
pengislaman besar-besaran dimulai. Para pedagang asing telah lama menetap di
bandar-bandar dan kerajaan-kerajaan Islam pertama yang terdapat di Sumatera
bahagian Utara dan Pantai Barat Semenanjung sejak lebih kurang Abad ke-13, atau
mungkin lebih awal daripada itu. Akan tetapi, menurut Harry J.Benda.[8] Baru pada Abad ke 15 dan 16 agama
Islam menjadi kekuatan kebudayaan dan agama utama di kepulauan Nusantara.
Perubahan yang agak mendadak ini mungkin disebabkan semakin meluasnya ajaran
sufisme (mistik Islam) oleh para sufi yang berperanan sebagai pendorong gerak
maju agama ini.[9]
Ajaran
mistik Islam ini ternyata menemukan banyak titik kesamaan dengan ajaran Hindu
dan banyak disebarkan oleh orang daripada India yang beragama Islam. Melalui
pelbagai hubungan titik persamaan ini, Islam ternyata mempunyai banyak
kesesuaian dengan budaya masyarakat tempatan. Oleh itu unsur tasawuf menjadi
aspek yang lebih dominan dalam proses Islamisasi di wilayah ini.[10]
Menurut
ahli sejarah Malaysia, Islam masuk ke semenanjung ini sebelum abad ke-12
berbeda pendapat penulis barat yang mengatakan sekitar abad ke-13 atau 14.
Penulis Malaysia didasarkan pada mata uang dinar emas yang ditemukan di
Klantang tahun 1914, bagian pertama mata uang itu bertuliskan al-julus kelatan
dan angka arab 577 H, yang bersamaan dengan tahu 1161 M, bagian kedua
bertuliskan äl-Mutawakkil, gelar pemerintahan Kelantang. Dan jika kita lihat
batu nisan tua tertulis arab ditemukan ke Kedah tahun 1963 pada makam Syekh
Abdul Kadir bin Syekh Husen Shah Alam (w. 291 H), abad ke-9 merupakan awal
perkembangan Islam di kawasan selat Mala[2]ka
dan kawasan-kawasan yang menghadap ke laut Cina Selatan, sebagaimana diakui
Dinasti Sung (960-1279), bahwa masyarakat Islam telah tumbuh di sepanjang
pantai laut Cina Selatan.[11]
Sekitar
tahun 1276 M di masa Sultan Muhammad Syah bertahta di Malaka, datang sebuah
kapal dagang dari Jeddah yang dipimping kapten kapal yang bernama Sidi Abdul
Aziz, yang juga seorang ulama Islasm, Sidi Abdul Aziz lalu menganjurkan raja
Malaka saat itu yang telah di Islamkan untuk menukar namanya menjadi Sultan
Muhammad Syah.[12] Dalam sejarah negeri Kedah
disebutkan bahwa Islam masuk ke Kedah pada tahun 1501 M, pada suatu hari
datanglah seorang alim bangsa Arab di Kedah yang bernama Syekh Abdullah Yamani
yang kemudian mengislamkan raja dan pembesar serta anak negeri Kedah. Raja
Pramawangsa akhirnya dianjurkan oleh Syekh Abdullah menukar namanya etelah
masuk Islam menjadi sultan Muzafar Syah. Syekh Abdullah mendapat kiriman Al-
Qurán dari sahabatnya pendakwah di Aceh yaitu Sykh Nuruddin Makki.[13]
Kedatangan
Islam dan proses islamisasi berlangsung melalui jalur perdagangan atas peranan
para pedagang muslim dan mubaliq dari Arab dan Gujarat, para dai’ setempat dan
penguasa Islam. Sejak awal abad ke-7 semananjung Malaka dan nusantara
merupsakan jalur perdagangan utama antara Asia Barat dan Timur jauh serta kepulauaan
rempah-rempah Maluku, semananjung tidak dapat dipisahkan dari gugusan
pulau-pulau nusantara, mereka juga singgah di pelabuhan-pelabuhan semenanjung.[14]
Bahwa
proses islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam
mengembangkan ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jasirah Arab, yang
pada tahun 1980-an Islam di Malysia mengalami perkembanga dan kebangkitan yang
ditandai dengan semaraknya kegitan dakwah dan kajian Islam oleh kaum
intelektual dan setiap tahun menyelenggarakan kegiatan Internasional yaitu
Musabaqh Tilawatil Al-Qurán yang selalu diikuti oleh Qari dan Qariah Indonesia.[15]
Negara
Malaysia yang menganut agama resmi Islam menjamin agama-agama lain dan oleh
pemerintah diupayakan menciptakan ketentraman, kedamaiaan bagi masyarakat,
walaupun pemegang jabatan adalah pemimpn-pemimpin muslim, tidak berarti Islam
dapat dipaksakan oleh semua pihak, sebagai konsekwensi semua masyarakat
termasuk non muslim harus menghargai dan menjunjung tinggi konstitusi negara
kebangsaan Malysia.
b. Perkembangan Islam di Malaysia
Azyumardi
Azra menyatakan bahwa tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara termasuk di
Malaysia, sedikitnya ada tiga teori. Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam
datang langsung dari Arab (Hadramaut). Kedua, Islam datang dari India, yakni
Gujarat dan Malabar. Ketiga, Islam datang dari Benggali (kini Banglades).[16] Sedangkan mengenai pola penerimaan
Islam di Nusantara termasuk di Malaysia dapat kita merujuk pada peryataaan
Ahmad M. Sewang bahwa, penerimaan Islam pada beberapa tempat di Nusantara
memperlihatkan dua pola yang berbeda. Pertama, Islam diterima terlebih dahulu
oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh masyarakat
lapisan atas atau elite penguasa kerajaan. Kedua, Islam diterima langsung oleh
elite penguasa kerajaan, kemudian disosialisasi-kan dan berkembang ke
masyarakat bawah. Pola pertama biasa disebut bottom up, dan pola kedua biasa
disebut top down.[17] Pola ini menyebabkan Islam
berkembang pesat sampai pada saat sekarang di malaysia.
Pola
pertama melalui jalur perdagangan dan ekonomi yang melibatkan orang dari
berbagai etnik dan ras yang berbeda-beda bertemu dan berinteraksi, serta
bertukar pikiran tentang masalah perdagangan, politik, sosial dan keagamaan. Di
tengah komunitas yang majemuk ini tentu saja terdapat tempat mereka
berkumpul dan menghadiri kegiatan perdagangan termasuk dirancang strategi
penyebaran agama Islam mengikuti jaringan-jaringan emporium yang telah mereka
bina sejak lama. Seiring itu pola kedua mulai menyebar melalui pihak penguasa
dimana istana sebagai pusat kekuasaan berperan di bidang politik dan penataan
kehidupan sosial, dengan dukungan ulama yang terlibat langsung dalam birokrasi
pemerintahan, hukum Islam dirumuskan dan diterapkan, kitab sejarah
ditulis sebagai landasan legitimasi bagi penguasa Muslim.
Sisa-sisa
peninggalan sejarah yang juga membuktikan perkembangan Islam di Malaysia dapat
dilihat sesudah abad ke sepuluh, pada abad ke-15 misalnya dan ketika itu Brunei
masih bergabung dengan malaysia, Salah satu sumber dari cina menyebutkan ada
enam masjid di Malaysia dan ditemukan batu nisan silsilah keturunan raja-raja
Brunei. Sultan Brunei ketika itu adalah Abdul Djalil Jabar tahun 1660,
isterinya adalah putri sultan Sukadana dari Sambas. Kemudian pada tahun 1852
ada masjid jami dibangun di daerah Kucing, pada tahun 1917 dibangun madrasah di
Malaysia yang disebut Madrasah Al-Mursyidah[18]. Fakta-fakta sejarah ini
mengindikasikan bahwa Islam di Malaysia terus mengalami perkembangan yang
ditandai dengan perkembangan ilmu pengetauan dan pendidikan Islam semakin
mengalami kemajuan.
Memasuki
awal abad ke-20, bertepatan dengan masa pemerintahan Inggris, urusan-urusan
agama dan adat Melayu lokal di Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan dan
hal itu diatur melalui sebuah departemen, sebuah dewan ataupun kantor sultan.
Setelah tahun 1948, setiap negara bagian dalam federasi Malaysia telah
membentuk sebuah departemen urusan agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga
tunduk pada hukum Islam yang diterapkan sebagai hukum status pribadi, dan
tunduk pada yurisdiksi pengadilan agama (mahkamah syariah) yang diketua hakim
agama. Bersamaan dengan itu, juga ilmu pengetahuan semakin mengalami
perkembangan dengan didirikannya perguruan tinggi Islam dan dibentuk fakultas
dan jurusan agama.[19] Perguruan tinggi kebanggaan
Malaysia adalah Universitas Malaya yang kini kita kenal Universistas Kebangsaan
Malaysia.
Memasuki
masa pasca kemerdekaan, jelas sekali bahwa pola perkembangan Islam tetap
dipengaruhi oleh pihak penguasa (top down). Sebab, penguasa atau pemerintah
Malaysia [3]menjadikan
Islam sebagai agama resmi negara. Warisan undang-undang Malaka yang berisi
tentang hukum Islam yang berdasarkan konsep Qur’aniy berlaku di Malaysia.
Di
samping itu, ada juga undang-undang warisan Kerajaan Pahang diberlakukan di
Malaysia yang di dalamnya terdapat sekitar 42 pasal di luar keseluruhan pasal
yang berjumlah 68, hampir identik dengan hukum mazhab Syafii.[20] Pelaksanaan undang-undang yang
berdasarkan Alquran, dan realisasi hukum Islam yang sejalan dengan paham Syafii
di Malaysia sekaligus mengindikasikan bahwa Islam di negara tersebut sudah
mengalami perkembangan yang signifikan.
Dengan
adanya proses islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam
mengembangkan ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jazirah Arab yang
pada tahun 1980-an Islam di Malaysia mengalami perkembangan dan kebangkitan
yang ditandai dengan semaraknya kegiaan dakwah dan kajian Islam oleh kaum
itelektual dan menyelenggarakan kegiatan intenasional yaitu Musabaqah ilawatil
Al-Qur’an yang selalu diikuti qari qariah Indonesia[21]. Selain tersebut perkembangan Islam
di Malaysia makin bertambah maju dan pesat, dengan bukti banyaknya
masjid-masjid yang dibangun, juga terlihat dalam penyelenggaraan jamaah haji
yang begitu baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkemabangan Islam di
Malaysia, tidak banyak mengalami hambatan. Bahkan, ditegaskan dalam konstitusi
negaranya bahwa Islam merupakan agama resmi negara. Di kelantan, hukum hudud
(pidana Islam) telah diberlakukan sejak 1992.
Namun
demikian Malaysia yang menganut agama resmi Islam tetap menjamin agama-agama
lain dan oleh pemerintah diupayakan menciptakan ketentraman, kedamaian bagi
masyarakat walaupun pemegang jabatan adalah pemimpin-pemimpin muslim, tidak
berarti Islam dapat dipaksakan oleh semua pihak, sebagai konsekwensi semua
masyarakat termasuk non muslim harus menghargai dan menjunjung tingi konstitusi
negara kebangsaan Malaysia.
3.
Islam di
Indonesia
Ditinjau dari sudut sejarah, agama
Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai cara. Pada umumnya pembawa agama
Islam adalah para pedagang yang berasal dari jazirah Arab, mereka merasa
berkewajiban menyiarkan agama Islam kepada orang lain. Agama Islam masuk ke
Indonesia dengan cara damai, tidak dengan kekerasan, peperangan ataupun
paksaan.
Ada beberapa pendapat para ahli
tentang waktu dan daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Indonesia, di
antaranya yaitu:
a. Drs Juned Pariduri, berkesimpulan
bahwa agama Islam pertama kali masuk ke Indonesia melalui daerah Sumatra Utara
(Tapanuli) pada abad ke-7. Kesimpulan ini didasarkan pada penyelidikannya
terhadap sebuah makam Syaikh Mukaiddin di Tapanuli yang berangka tahun 48 H
(670 M).
b. Hamka, berpendapat bahwa agama Islam
masuk ke Jawa pada abad ke-7 M(674). Hal ini didasarkan pada kisah sejarah yang
menceritakan tentang Raja Ta-Cheh yang mengirimkan utusan menghadap Ratu Sima
dan menaruh pundi-pundi berisi emas ditengah-tengah jalan dengan maksud untuk
menguji kejujuran, keamanan dan kemakmuran negeri itu. Menurut Hamka, Raja
Ta-Cheh adalah Raja Arab Islam.
c. Zainal Arifin Abbas, berpendapat
bahwa agama Islam masuk di Sumatra Utara pada abad 7 M (648). Beliau mengatakan
pada waktu itu telah datang di Tiongkok seorang pemimpin Arab Islam yang telah
mempunyai pengikut di Sumatra Utara.
Berdasarkan pendapat para ahli
tersebut, dapat disimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7
M. Pada abad ke-13 agama Islam berkembang dengan pesat ke seluruh Indonesia. Hal itu di tandai
dengan adanya penemuan-penemuan batu nisan atau makam yang berciri khas Islam,
misalnya di Leran (dekat Gresik) terdapat sebuah batu berisi keterangan tentang
meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun pada tahun 1082 dan
di Samudra Pasai terdapat makam-makam Raja Islam, di antaranya Sultan Malik
as-Shaleh yang meninggal pada tahun 676 H atau 1292 M.
Berbeda dengan pendapat di atas, dua
orang sarjana barat yaitu Prof. Gabriel Ferrand dan Prof. Paul Wheatly.
Bersumber pada keterangan para musafir dan pedagang Arab tentang Asia Tenggara,
maka ke-2 sarjana tersebut bahwa agama Islam masuk ke Indonesia sejak awal ke-8
M, langsung dibawa oleh para pedagang dan musafir Arab.
1.
Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
a. Masa Kesulthanan
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan
atau kerajaan-kerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut.
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh
kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera
dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama,
sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut
agama Islam itu telah menunjukkan diri dalam bentuk yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan
Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas
dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat
Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit, kehidupan keagamaan
di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan qadhi atas jasa
Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di
kerajaan ini, telah berhasil pengkodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya
berorientasi pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam
Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah
Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai
lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa. Tercatat dalam sejarah Banjar,
di berlakukannya hukum bunuh bagi orang
murtad, hukum potong tangan untuk
pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.
Guna memadu penyebaran agama Islam dipulau jawa, maka
dilakukan upaya agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang
lainnya, serta dibangun masjid sebagai pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah
petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk
agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun
akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan
kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini seperti
ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam,
kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam
seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agung
menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman,
meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya.
b. Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi
sosial yang relatif damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu
portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah
menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan
Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke
Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan
rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan
menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.
Apalagi setelah kedatangan Snouck
Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah
Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia
karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab,
Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik
Islam di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga
kategori, yaitu:
1. Bidang agama murni atau ibadah;
2. Bidang sosial kemasyarakatan; dan
3. Politik.
Terhadap bidang agama murni,
pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan
ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan,
pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu
dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori
reseptie yang maksudnya hukum Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak
bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum
Islam.
Sedangkan dalam bidang politik,
pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an
maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
c. Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye
itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin
bertambah menghadapi tiga tayangan dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu:
politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan dan politik
menjinakan melalui asosiasi.
Namun, ajaran Islam pada hakikatnya
terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut,
orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan
fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir
kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik
bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi,
dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di
Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah
perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang
sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi
Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima
dalam organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai
politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri
dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan
lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme
Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak
itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin
berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak
Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis
karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Ada tiga
perantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang
yang menguntungkan kaum muslimin, yaitu:
1.
Shumubu,
yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman
Belanda.
2.
Masyumi,
yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang
dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3.
Hizbullah,
(Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk
pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.
2. Tokoh-Tokoh Dalam Perkembangan Islam
Di Indonesia
Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat
dilepas dari peran aktif para ulama. Melalui merekalah Islam dapat diterima
dengan baik dikalangan masyarakat. Di antara Ulama tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Hamzah Fansuri
Ia hidup pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1590. Pengembaraan intelektualnya tidak
hanya di Fansur-Aceh, tetapi juga ke India, Persia, Mekkah dan Madinah. Dalam
pengembaraan itu ia sempat mempelajari ilmu fiqh, tauhid, tasawuf, dan sastra
Arab.
b. Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari
Beliau lahir di Moncong Loe, Gowa,
Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626 M/1037 H. Ia memperoleh pengetahuan
Islam dari banyak guru, di antaranya yaitu; Sayid Ba Alwi bin Abdullah
Al-‘allaham (orang Arab yang menetap di Bontoala), Syaikh Nuruddin Ar-Raniri
(Aceh), Muhammad bin Wajih As-Sa’di Al-Yamani (Yaman), Ayub bin Ahmad bin Ayub
Ad-Dimisqi Al-Khalwati (Damaskus), dan lain sebagainya.
c. Syaikh Abdussamad Al-Palimbani
Ia merupakan salah seorang ulama
terkenal yang berasal dari Sumatra Selatan. Ayahnya adalah seorang Sayid dari
San’a, Yaman. Ia dikirim ayahnya ke Timur Tengah untuk belajar. Di antara ulama
sezaman yang sempat bertemu dengan beliau adalah; Syaikh Muhammad Arsyad
Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman Bugis Al-Batawi dan Daud Al-Tatani.
d. Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani
Beliau lahir di Tanar, Serang,
Banten. Sejak kecil ia dan kedua saudaranya, Tamim dan Ahmad, di didik oleh
ayahnya dalam bidang agama; ilmu nahwu, fiqh dan tafsir. Selain itu ia juga
belajar dari Haji Sabal, ulama terkenal saat itu, dan dari Raden Haji Yusuf di
Purwakarta Jawa Barat. Kemudian ia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji
dan menetap disana kurang lebih tiga tahun. Di Mekkah ia belajar Sayid Abmad bi
Sayid Abdurrahman An-Nawawi, Sayid Ahmad Dimyati dan Sayid Ahmad Zaini Dahlan.
Sedangkan di Madinah ia berguru kepada Syaikh Muhammad Khatib Sambas
Al-Hambali. Selain itu ia juga mempunyai guru utama dari Mesir.
Pada tahun 1833 beliau kembali ke
Banten. Dengan bekal pengetahuan agamanya ia banyak terlibat proses belajar
mengajar dengan para pemuda di wilayahnya yang tertarik denga kepandaiannya..
tetapi ternyata beliau tidak betah tinggal di kampung halamannya. Karena itu
pada tahun 1855 ia berangkat ke Haramain dan menetap disana hingga beliau wafat
pada tahun 1897 M/1314 H.
e. Wali Songo
Dalam sejarah penyebaran Islam di
Indonesia, khususnya di pulau Jawa terdapat sembilan orang ulama yang memiliki
peran sangat besar. Mereka dikenal dengan sebutan wali songo.
Para wali ini umumnya tinggal di
pantai utara Jawa sejak dari abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16. Para
wali menyebarkan Islam di Jawa di tiga wilayah penting, yaitu; Surabaya, Gresik
dan Lamongan (Jawa Timur), Demak, Kudus dan Muria (Jawa Tengah), serta di
Cirebon Jawa Barat. Wali Songo adalah para ulama yang menjadi pembaru
masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru
seperti, kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan
hingga pemerintahan.
Adapun wali-wali tersebut yaitu;
Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga,
Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut:
1.
Perkembangan
Islam di Indonesia adalah berkat peran para pedagang dari Jazirah Arabia
melalui jalan perdagangan, dakwah dan perkawinan.
2.
Para
ulama awal yang menyebarkan Islam di Indonesia di antaranya yaitu; Hamzah
Fansuri, Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari, Syaikh Abdussamad Al-Palimbani,
Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani dan wali songo (Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung
Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria).
2.
Kritik
dan Saran
Demikian pembahasan dari makalah
kami. Kami berharap semoga pembahasan dalam makalah ini dapat membantu dan
bermanfaat bagi pembaca. Dan kami pun berharap pula kritik dan saran dari
pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ira
M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam : BagianKetiga diterjemahkan
Ghufron A Mas’adi dengan judu A History of Islamic Soietes (Cet. I; Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1999)
Jonh
Esposito, The Oxfort Encyclopedia of The Modern Islamic Word Volume III, (New
York: Oxford Unversity Press, 1995)
Harry
J. Benda, “Kontinuitas dan Perubahan Dalam Islam di Indonesia,” dalam
Taufik Abdullah (ed.), Sejarah dan Masyarakat: Lintasan Historis Islam di
Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus dan Yayasan Obor Indonesia, 1987),
[1] [1]merupakan
bagian dari Kepulauan Nusantara yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Islam masuk ke Malaysia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat pada sekitar
abad ke-9, bersamaan dengan masuknya Islam ke Kepulauan Nusantara. Pengaruh
Barat masuk bersamaan dengan mendaratnya para pelaut Portugis di pesisir Malaka
pada tahun 1511. Dari sini, mereka meluaskan koloninya ke Kepulauan Nusantara
yang kemudian dikenal sebagai Indonesia. Lihat http://www.al-shia.org/html/id/service/Info-Negara-Muslim/Malaysia.htm
[2] Marsal GS Hodgson, The Ventural of Islam vol. II (Chicago: University of Chicago Pres, 1997), h. 548.
[3]Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam : BagianKetiga diterjemahkan Ghufron A Mas’adi dengan judu A History of Islamic Soietes (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 357.
[4]Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Malaysia, disadur tanggal, 18 Juni 2009
[5] Jonh Esposito, The Oxfort Encyclopedia of The Modern Islamic Word Volume III, (New York: Oxford Unversity Press, 1995), h. 35.
[2] Marsal GS Hodgson, The Ventural of Islam vol. II (Chicago: University of Chicago Pres, 1997), h. 548.
[3]Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam : BagianKetiga diterjemahkan Ghufron A Mas’adi dengan judu A History of Islamic Soietes (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 357.
[4]Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Malaysia, disadur tanggal, 18 Juni 2009
[5] Jonh Esposito, The Oxfort Encyclopedia of The Modern Islamic Word Volume III, (New York: Oxford Unversity Press, 1995), h. 35.
[2] [6]Menurut
data dari US Departement of State, jumlah keseluruhan penduduk
Malaysia pada tahun 2008 adalah 27.5 juta orang. 60,4% (16,2476 juta) adalah
penganut Islam, 19,2% (5,1648 juta) adalah Budha, 9,1% (2,4479 juta) adalah
Kristen, 6,3% (1,6947 juta) adalahHindu, 2,6% (0.6994 juta) adalah Konfusiu,
0,8% (0,2152 juta) adalah agama kaum pribumi, 0,4% (0,1076 juta) adalah
lain-lain dan 1,2% (0,3228 juta) tidak diketahui agamanya, lihat http://www. State gover pabgn, 2777 htm diakses pada tanggal 18
Juni 2009
[3] [16] Harry
J. Benda, “Kontinuitas dan Perubahan Dalam Islam di Indonesia,” dalam
Taufik Abdullah (ed.), Sejarah dan Masyarakat: Lintasan Historis Islam di
Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus dan Yayasan Obor Indonesia, 1987), h.
31-32.
[17]Pengaruh
sufi dalam penyebaran Islam di Nusantara, lihat dalam Mahayudin Haji Yahaya, Islam
di Alam Melayu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998), h. 7-13
[18]Lihat
dalam A. H. Johns, “Sufism as a Category in Indonesian Literature and
History,” Journal of Southeast Asian History, 2 (2), 1961, h.
10-23; A. H. Johns, “Sufism in Southeast Asia: Reflections and
Reconsiderations,” Journal of Southeast Asian History, 26 (1),
1995, h. 169-183
[19]Dewan
Redaksi Ensiklopedia Islam, op. cit, h. 137
[20]
Muhammad Syamsu AS, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, (Cet.
II; Jakart: PT. Lentera Basritama, 1999), h. 118
[21] Ibid.