Selasa, 30 September 2014

Makalah Alfin Mas'udy Stit Ulwy Perkembangan Islam di Asia Tenggara




MAKALAH
 





















Nama Mahasiswa              : Muchammad Alfin Mas’udy
Dosen Pembimbing          : Bu Nining Khurrotul Aini M.Si






SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
( STIT ) ULUWIYAH MOJOSARI MOJOKERTO
Jln. Raya Mojosari-Mojokerto KM. 4 No. 10 Mojosari Mojokerto ( 085749656904 )

KATA PENGANTAR



Bismillahirrohmanirrohim

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang ”Perkembangan Islam di Asia Tenggara, Terutama di Filipina, Malaysia, dan Indonesia” ini. Makalah  ini merupakan tugas yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh kedangkalan dalam memahami teori, keterbatasan keahlian, dana, dan tenaga penulis. Semoga segala bantuan, dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang telah diberikan kepada kami dapat bernilai ibadah di sisi Allah Subhana wa Taala. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfat  bagi kita semua, khususnya  bagi penulis sendiri.












Mojokerto , 26 September 2014





    Penyusun






DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………....1

Kata Pengantar………………………………………………………………2

Daftar Isi……………………………………………………………………..3

BAB  I

1.      Latar Belakang………………………………………………………......4         
                                                                                                               
2.      Rumusan Masalah…………………………………………………….....4
               
3.      Tujuan………………………………………………….………………..4
BAB  II

1.      Islam di Filipina…………………………………………………….........5                                             
2.      Islam di Malaysia………………………….………………………….…7

3.      Islam di Indonesia……………………………….…….……………......13
        
        
BAB  III

1.      Kesimpulan……………………………………………………………..18

2.      Saran………………………………………………………………...…18

3.      Daftar Pustaka………………………………………………………….18












BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Membicarakan masalah perkembangan Islam di kawasan Asia Tenggara bukanlah suatu hal yang mudah. Kawasan yang secara geografis meliputi tujuh buah negara ini sungguh mempunyai identitas dan kekhasannya yang tersendiri. Negara-negara Asia Tenggara, terutama yang bergabung salam ASEAN, ditinjau dari segi sosiokultural dan perkembangan Islam, kiranya dapat di kelompokkan ke dalam empat ke lompok, yaitu negara-negara  yang penduduk muslimnya amat sedikit, seperti Thailand; negara-negera yang mayoritas warga negaranya beragama Islam, seperti Malaysia; negara-negara yang pertumbuhan ekonominya cukup lumayan tetapi negara tidak begitu memerhatikan masalah agama, seperti Singapore; dan negara yang amat meperhatikan masalah agama, khususnya Islam seperti Brunei Darussalam.
Sejak beberapa tahun terakhir, sejumlah pengamat dunia Islam atau islamicist di luar negeri memberikan analisis dan komnetar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia Tenggara, Khususnya Indonesia dan Malaysia. Karakter terpenting Islam di Asia Tenggara misalnya, watak yang lebih damai, ramah, dan toleran. Watak Islam seperti ini diakui banyak pengamat atau orentalis di masa lalu. Di antaranya, Thomas W. Arnold, dengan buku klasiknya, The Preaching of Islam (1950) yang menyimpulkan bahwa penyebaran dan perkembangan history Islam di Asia Tenggara berlansung secara damai; dalam istilah Arnold disebut sebagai penetration pacifigure. 
2. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana perkembangan islam di kawasan Asia Tenggara?
  2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan di Asia tenggara ?
3. Tujuan Pembahasan
  1. Mengetahui perkembangan islam di kawasan Asia Tenggara.
  2. Memahami Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan di Asia tenggara





BAB II
PEMBAHASAN

1.      Islam di Filipina
Dahulu Islam tersebar di Filipina, hampir mencapai seluruh kepulauannya. Disana juga telah berdiri pemeritahan Islam, seperti halnya yang terjadi di Indonesia. Akan tetapi secara tiba-tiba muncul arus pemikiran keagamaan yang di bawa oleh penjajah spanyol.
Pada tahun 1521 M, secara mendadak Spanyol menyerbu kepulauan-kepulauan Filipina. Mereka datang dengan membawa seluruh dendam orang-orang salib terhadap kaum muslimin. Maka situasi difilipina pada masa itu hampir sama dengan situasi yang di alami oleh muslim di Andalusia. Penjajah spanyol berada di Filipina ini hingga tahun 1898 M, hampir mencapai 4 abad.
   Pada 1896,  presiden Mc Kinley dari AS memutuskan untuk menduduki Filipina untuk “meng-kristenkan dan membudayakan” rakyat sebagaimana ia ajukan. Amerika berhasil menaklukan jajahan spanyol ini pada 1898 M, tetapi Negara muslim sulu melawan. Sulu jatuh ketangan Amerika pada 1914 setelah berjuang lama dan gagah berani. Utuk pertamakali dalma sejarahnya bangsa Moro (nama muslim untuk tanah air mereka di Filipina) jatuh ketentara non muslim dan kehilangan kemerdekaannya. Pada 11 maret 1915, sultan muslim dipaksa turun tahta . tetapi diakui sebagai ketua komunitas muslim. Amerika lalu mengumumkan kemerdekaan bagi Filipina pada tahun 1946. Sekarang ini Islam hanya tinggal ada di wilayah selatan Filipina, yang sampai saat ini masih menuntut pemerintahan otonom dengan segala upayanya.
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina pada 4 Juli 1946 M dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM (Mindanao Independece Movement),MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama, juga merupakan masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan.
Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos. Perkembangan berikutnya, MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nur Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Hashim Salamat, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan.
Pada dekade 70-an, Michael O. Masturs dan Adip Majul telah mengisi kekosongan kritis dalam literature ilmu sosial tentang kaum muslim di Filipina. Dalam kebijakan publik, keduanya berhasil membuat draf kitab undang-undang bagi kaum muslim Filipina yang sekarang disahkan sebagai PD No. 1083. Ini tellah melahirkan arah penelitian baru bagi reformasi hokum dan administrasi pengadilan syariah di Asia Tenggara.
Perubahan rezim politik telah membuka jalan bagi reformasi ekonomi. Kedua sarjana tersebut telah mendesak H.B 4996 yang drafnya ia buat untuk Piagam Bank Investasi Islam Filipina. Dengan bank ini, diharapkan kaum muslim dapat masuk ke arus utama teknik keuangan kontemporer. Dalam beberapa hal ini berarti sumbangan pikiran dari keduanya telah mengonkretkan aspirasi sosial ekonomi kaum muslim Filipina.
Salah satu bukti kejayaan islam pada masa lampau di Filipina yakni Trasila Sulu yang berisi catatan sejarah dan atau silsilah kerajaan sulu. Pada akhir abad 19, sebuah bertahan lama tarsila catatan (catatan garis keturunan silsilah di Sulu) diberikan kepada penulis Najeeb M. Saleeby oleh Haji Abdul Baqi Buto, yang menjabat sebagai Perdana Menteri ke politik yang berkuasa lalu Sultan Sulu - Jamal ul-Karim II. Melalui tarsila, Saleeby berdasarkan buku terkenal yang berjudul 'Sejarah Sulu', diterbitkan oleh pemerintah kolonial AS di Filipina pada 1908.
Buku Saleeby tidak hanya menceritakan sejarah silsilah dari Kerajaan Kesultanan Sulu, serta yang naik dan turun dari kekuasaan, tetapi juga kronik bagaimana iman Islam, diperkenalkan di dalam negeri melalui kepulauan Sulu.
Kemunduran islam di Filipina mulai Nampak ketika spanyol datang menjajah Negara ini. Kemudian disusul kristeisasi besar-besaran serta penindasan terhadap muslim moro. Namun sampai sekarang hanya sedikit masyarakat islam yag tersisa di Negara Filipina yakni sekitar wilayah selatan Filipina.
Kesultanan Sulu
Kesultanan Sulu merupakan kesultanan  yang berada di Filiphina bagian selatan. Islam masuk dan berkembang melalui orang Arab yang melewati jalur perdagangan Malaka dan Filiphina. Pembawa Islam di Sulu adalah Syarif Karim al-Makdum, mubaligh arab yang ahli dalam pengobatan. Abu Bakar seorang da’i Arab yang menikah dengan putrid dari pangeran Bawansa dan kemudian memerintah Sulu dengan mengangkat dirinya sebagai sultan. Sayyid Abu Bakar menerapkan Islam  dalam pemerintahan ataupun kehidupan masyarakat. Para penguasa kesultanan dimulai sejak Syarif abu Bakar (Sultan Syarif al-Hasyim 1405-1420) hingga Sultan Jamalul Kiram II (1887) berjumlah 32 sultan.

2.      Islam di Malaysia
a.       Proses masuknya Islam di Malaysia
Sejarah masuknya Islam di Malaysia tidak bisa terlepas dari kerajaan-kerajaan Melayu, jauh sebelum datangnya Inggris di kawasan tersebut. Sebab kerajaan ini dikenal dalam sejarah sebagai Kerajaan Islam, dan oleh pedagang Gujarat melalui daerah kerajaan tersebut mendakwahkan Islam ke Malaysia pada sekitar abad kesembilan.[1]
Dari sini kemudian dipahami bahwa Islam sampai ke Malaysia belakangan ketimbang sampainya Islam di Indonesia yang sudah terlebih dahulu pada abad ketujuh.[2] Berdasarkan keterangan ini, maka asal usul masuknya Islam ke Malaysia berdasar pada yang dikemukakan Azyumardi Azra bahwa Islam datang dari India, yakni Gujarat dan Malabar.
Sebelum Islam datang wilayah Asia Tenggara, Malaysia adalah berada di jalur perdagangan dunia yang menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan India dengan wilayah China, dan dijadikan tempat persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang amat penting.[3] Maka tidak heranlah jika wilayah ini juga menjadi pusat bertemunya pelbagai keyakinan dan agama (a cross-roads of religion) yang berinteraksi secara kompleks.[4]
Agama dan keyakinan itu pun telah mempengaruhi susunan sosial, budaya, ekonomi, dan politik di wilayah ini. Menurut Prof. DR. Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) bahwa ada tiga isu masuknya Islam di Malaysia yaitu Perbincangan tentang proses yang membawa kepada penyebaran Islam ke Alam Melayu akan melibatkan perbincangan yang membabitkan tiga isu. [1]Isu-isu tersebut ialah bila tarikh sebenar Islam diperkenalkan kepada orang Melayu, dari manakah asal-usul pendakwah yang menyebarkan agama tersebut dan bagaimanakah proses ini boleh berlaku dengan begitu berkesan sekali. Dalam menghuraikan ketiga-tiga isu ini kelebihan yang terdapat dalam hujah yang diberikan oleh beliau telah mempelopori pendekatan yang memberikan perspektif tempatan tentang proses yang membawa kepada penyebaran Islam ke Alam Melayu.
Isu pertama yang menimbulkan perbincangan tentang penyebaran Islam di Alam Melayu adalah berkaitan dengan bilakah tarikh tepat agama Islam mula disebarkan di rantau ini. Dalam tulisannya, Hamka cenderung berpendapat bahawa agama Islam telah diperkenalkan di rantau ini pada awal abad Hijrah (abad ketujuh Masihi). Pendapat yang beliau kemukakan ini adalah berdasarkan kajian yang lakukan dengan merujuk sumber Cina.[5] Pendapat yang dikemukakan juga adalah dengan  bersandar kepada tulisan oleh seorang sarjana Barat, iaitu T.W. Arnold  yang mengaitkan penyebaran agama Islam dengan peranan yang dimainkan oleh pedagang-pedagang Arab. Dalam kajiannya, T.W. Arnold mendapati bahawa pedagang-pedagang Arab telahpun menjalin hubungan perdagangan dengan rantau sebelah timur sejak sebelum abad Masihi lagi. Pada abad kedua Sebelum Masihi hampir  keseluruhannya perdagangan di Ceylon berada di tangan orang Arab. Menjelang abad kesembilan Masihi kegiatan perdagangan orang Arab dengan Ceylon semakin meningkat apabila meningkatnya hubungan perdagangan antara orang Arab dengan China. Menurut rekod sejarah, menjelang pertengahan abad kelapan Masihi pedagang-pedagang Arab dapat ditemui dengan ramainya di Canton. Dari  abad ke-10 hingga abad ke-15, sebelum kedatangan Portugis, orang  Arab merupakan pedagang yang unggul dan hampir tidak tercabar dalam menjalankan kegiatan perdagangan dengan Timur.
Berdasarkan pandangan yang diberikan oleh T.W Arnold ini, Hamka berpendapat bahawa sudah semestinya apabila orang Arab memeluk agama Islam mereka akan berusaha menyebarkan agama tersebut di kawasan-kawasan di mana mereka menjalankan kegiatan perdagangan. Namun begitu, hujah yang dikemukan ini sukar untuk dibuktikan karena ketiadaan maklumat bertulis yang konklusif bagi menyokong pendapat yang diberikan. Lantaran itu, dari segi rekod Hamka setuju dengan pandangan yang umumnya disepakati, termasuklah oleh sarjana Barat bahawa Samudera-Pasai (abad ke-13-14) adalah merupakan  kerajaan Melayu-Islam yang pertama yang diwujudkan di rantau ini.
Islam masuk ke Malaysia pada abad pertama Hijrah dibawa oleh para pedagang India, Persia, dan juga Arab melalui suatu proses damai dan secara cepat diterima oleh masyarakat kerana mampu berbaur dengan adat dan kebudayaan masyarakat tempatan.
Isu kedua para penyebar Islam tersebut menurut T. W. Arnold.[6] tidak datang sebagai penakluk dengan menggunakan kekuatan pedang untuk menyebarkan Islam, sebagaimana yang terjadi di wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika. Mereka juga tidak menguasai hak-hak penguasa tempatan untuk menekan rakyat, sebaliknya mereka hanya sebagai pedagang yang memanfaatkan kepintaran dan peradaban mereka yang lebih tinggi untuk kepentingan penyebaran Islam dengan memperkenalkan toleransi dan persamaan antara manusia. Bagi penganut Hindu, yang agama mereka mengajarkan sistem kasta dalam masyarakat, agama Islam yang baru mereka kenali adalah amat menarik perhatian, khususnya di kalangan pedagang yang cenderung kepada orientasi kosmopolitan.[7] itulah sebabnya penerimaan orang Melayu terhadap agama Islam adalah berkait erat dengan keluhuran agama tersebut.
Isu ketiga suatu proses perubahan kebudayaan tidak akan berlaku jika tidak ada titik-titik kesamaan yang saling menghubungkan, begitu juga yang terjadi pada Islam dan kebudayaan Malaysia. Seandainya Islam dengan serta merta menghapuskan segala kebudayaan dan tradisi yang wujud sebelumnya, mungkin ia sama sekali tidak akan menemukan tempat untuk memasuki pulau-pulau di kawasan ini. Islam sebenarnya telah masuk di pelbagai wilayah Malaysia berabad-abad sebelum pengislaman besar-besaran dimulai. Para pedagang asing telah lama menetap di bandar-bandar dan kerajaan-kerajaan Islam pertama yang terdapat di Sumatera bahagian Utara dan Pantai Barat Semenanjung sejak lebih kurang Abad ke-13, atau mungkin lebih awal daripada itu. Akan tetapi, menurut Harry J.Benda.[8] Baru pada Abad ke 15 dan 16 agama Islam menjadi kekuatan kebudayaan dan agama utama di kepulauan Nusantara. Perubahan yang agak mendadak ini mungkin disebabkan semakin meluasnya ajaran sufisme (mistik Islam) oleh para sufi yang berperanan sebagai pendorong gerak maju agama ini.[9]
Ajaran mistik Islam ini ternyata menemukan banyak titik kesamaan dengan ajaran Hindu dan banyak disebarkan oleh orang daripada India yang beragama Islam. Melalui pelbagai hubungan titik persamaan ini, Islam ternyata mempunyai banyak kesesuaian dengan budaya masyarakat tempatan. Oleh itu unsur tasawuf menjadi aspek yang lebih dominan dalam proses Islamisasi di wilayah ini.[10]
Menurut ahli sejarah Malaysia, Islam masuk ke semenanjung ini sebelum abad ke-12 berbeda pendapat penulis barat yang mengatakan sekitar abad ke-13 atau 14. Penulis Malaysia didasarkan pada mata uang dinar emas yang ditemukan di Klantang tahun 1914, bagian pertama mata uang itu bertuliskan al-julus kelatan dan angka arab 577 H, yang bersamaan dengan tahu 1161 M, bagian kedua bertuliskan äl-Mutawakkil, gelar pemerintahan Kelantang. Dan jika kita lihat batu nisan tua tertulis arab ditemukan ke Kedah tahun 1963 pada makam Syekh Abdul Kadir bin Syekh Husen Shah Alam (w. 291 H), abad ke-9 merupakan awal perkembangan Islam di kawasan selat Mala[2]ka dan kawasan-kawasan yang menghadap ke laut Cina Selatan, sebagaimana diakui Dinasti Sung (960-1279), bahwa masyarakat Islam telah tumbuh di sepanjang pantai laut Cina Selatan.[11]
Sekitar tahun 1276 M di masa Sultan Muhammad Syah bertahta di Malaka, datang sebuah kapal dagang dari Jeddah yang dipimping kapten kapal yang bernama Sidi Abdul Aziz, yang juga seorang ulama Islasm, Sidi Abdul Aziz lalu menganjurkan raja Malaka saat itu yang telah di Islamkan untuk menukar namanya menjadi Sultan Muhammad Syah.[12] Dalam sejarah negeri Kedah disebutkan bahwa Islam masuk ke Kedah pada tahun 1501 M, pada suatu hari datanglah seorang alim bangsa Arab di Kedah yang bernama Syekh Abdullah Yamani yang kemudian mengislamkan raja dan pembesar serta anak negeri Kedah. Raja Pramawangsa akhirnya dianjurkan oleh Syekh Abdullah menukar namanya etelah masuk Islam menjadi sultan Muzafar Syah. Syekh Abdullah mendapat kiriman Al- Qurán dari sahabatnya pendakwah di Aceh yaitu Sykh Nuruddin Makki.[13]
Kedatangan Islam dan proses islamisasi berlangsung melalui jalur perdagangan atas peranan para pedagang muslim dan mubaliq dari Arab dan Gujarat, para dai’ setempat dan penguasa Islam. Sejak awal abad ke-7 semananjung Malaka dan nusantara merupsakan jalur perdagangan utama antara Asia Barat dan Timur jauh serta kepulauaan rempah-rempah Maluku, semananjung tidak dapat dipisahkan dari gugusan pulau-pulau nusantara, mereka juga singgah di pelabuhan-pelabuhan semenanjung.[14]
Bahwa proses islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam mengembangkan ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jasirah Arab, yang pada tahun 1980-an Islam di Malysia mengalami perkembanga dan kebangkitan yang ditandai dengan semaraknya kegitan dakwah dan kajian Islam oleh kaum intelektual dan setiap tahun menyelenggarakan kegiatan Internasional yaitu Musabaqh Tilawatil Al-Qurán yang selalu diikuti oleh Qari dan Qariah Indonesia.[15]
Negara Malaysia yang menganut agama resmi Islam menjamin agama-agama lain dan oleh pemerintah diupayakan menciptakan ketentraman, kedamaiaan bagi masyarakat, walaupun pemegang jabatan adalah pemimpn-pemimpin muslim, tidak berarti Islam dapat dipaksakan oleh semua pihak, sebagai konsekwensi semua masyarakat termasuk non muslim harus menghargai dan menjunjung tinggi konstitusi negara kebangsaan Malysia.

b.      Perkembangan Islam di Malaysia
Azyumardi Azra menyatakan bahwa tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara termasuk di Malaysia, sedikitnya ada tiga teori. Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab (Hadramaut). Kedua, Islam datang dari India, yakni Gujarat dan Malabar. Ketiga, Islam datang dari Benggali (kini Banglades).[16] Sedangkan mengenai pola penerimaan Islam di Nusantara termasuk di Malaysia dapat kita merujuk pada peryataaan Ahmad M. Sewang bahwa, penerimaan Islam pada beberapa tempat di Nusantara memperlihatkan dua pola yang berbeda. Pertama, Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas atau elite penguasa kerajaan. Kedua, Islam diterima langsung oleh elite penguasa kerajaan, kemudian disosialisasi-kan dan berkembang ke masyarakat bawah. Pola pertama biasa disebut bottom up, dan pola kedua biasa disebut top down.[17] Pola ini menyebabkan Islam berkembang pesat sampai pada saat sekarang di malaysia.
Pola pertama melalui  jalur perdagangan dan ekonomi yang melibatkan orang dari berbagai etnik dan ras yang berbeda-beda bertemu dan berinteraksi, serta bertukar pikiran tentang masalah perdagangan, politik, sosial dan keagamaan. Di tengah komunitas yang majemuk ini tentu saja terdapat  tempat mereka berkumpul dan menghadiri kegiatan perdagangan termasuk dirancang strategi penyebaran agama Islam mengikuti jaringan-jaringan emporium yang telah mereka bina sejak lama. Seiring itu pola kedua mulai menyebar melalui pihak penguasa dimana istana sebagai pusat kekuasaan berperan di bidang politik dan penataan kehidupan sosial, dengan dukungan ulama yang terlibat langsung dalam birokrasi pemerintahan, hukum Islam dirumuskan dan diterapkan,  kitab sejarah ditulis sebagai landasan legitimasi bagi penguasa Muslim.
Sisa-sisa peninggalan sejarah yang juga membuktikan perkembangan Islam di Malaysia dapat dilihat sesudah abad ke sepuluh, pada abad ke-15 misalnya dan ketika itu Brunei masih bergabung dengan malaysia, Salah satu sumber dari cina menyebutkan ada enam masjid di Malaysia dan ditemukan batu nisan silsilah keturunan raja-raja Brunei. Sultan Brunei ketika itu adalah Abdul Djalil Jabar tahun 1660, isterinya adalah putri sultan Sukadana dari Sambas. Kemudian pada tahun 1852 ada masjid jami dibangun di daerah Kucing, pada tahun 1917 dibangun madrasah di Malaysia yang disebut Madrasah Al-Mursyidah[18]. Fakta-fakta sejarah ini mengindikasikan bahwa Islam di Malaysia terus mengalami perkembangan yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetauan dan pendidikan Islam semakin mengalami kemajuan.
Memasuki awal abad ke-20, bertepatan dengan masa pemerintahan Inggris, urusan-urusan agama dan adat Melayu lokal di Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan dan hal itu diatur melalui sebuah departemen, sebuah dewan ataupun kantor sultan. Setelah tahun 1948, setiap negara bagian dalam federasi Malaysia telah membentuk sebuah departemen urusan agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga tunduk pada hukum Islam yang diterapkan sebagai hukum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan agama (mahkamah syariah) yang diketua hakim agama. Bersamaan dengan itu, juga ilmu pengetahuan semakin mengalami perkembangan dengan didirikannya perguruan tinggi Islam dan dibentuk fakultas dan jurusan agama.[19] Perguruan tinggi kebanggaan Malaysia adalah Universitas Malaya yang kini kita kenal Universistas Kebangsaan Malaysia.
Memasuki masa pasca kemerdekaan, jelas sekali bahwa pola perkembangan Islam tetap dipengaruhi oleh pihak penguasa (top down). Sebab, penguasa atau pemerintah Malaysia [3]menjadikan Islam sebagai agama resmi negara. Warisan undang-undang Malaka yang berisi tentang hukum Islam yang berdasarkan konsep Qur’aniy berlaku di Malaysia.
Di samping itu, ada juga undang-undang warisan Kerajaan Pahang diberlakukan di Malaysia yang di dalamnya terdapat sekitar 42 pasal di luar keseluruhan pasal yang berjumlah 68, hampir identik dengan hukum mazhab Syafii.[20] Pelaksanaan undang-undang yang berdasarkan Alquran, dan realisasi hukum Islam yang sejalan dengan paham Syafii di Malaysia sekaligus mengindikasikan bahwa Islam di negara tersebut sudah mengalami perkembangan yang signifikan.
Dengan adanya proses islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam mengembangkan ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jazirah Arab yang pada tahun 1980-an Islam di Malaysia mengalami perkembangan dan kebangkitan yang ditandai dengan semaraknya kegiaan dakwah dan kajian Islam oleh kaum itelektual dan menyelenggarakan kegiatan intenasional yaitu Musabaqah ilawatil Al-Qur’an yang selalu diikuti qari qariah Indonesia[21]. Selain tersebut perkembangan Islam di Malaysia makin bertambah maju dan pesat, dengan bukti banyaknya masjid-masjid yang dibangun, juga terlihat dalam penyelenggaraan jamaah haji yang begitu baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkemabangan Islam di Malaysia, tidak banyak mengalami hambatan. Bahkan, ditegaskan dalam konstitusi negaranya bahwa Islam merupakan agama resmi negara. Di kelantan, hukum hudud (pidana Islam) telah diberlakukan sejak 1992.
Namun demikian Malaysia yang menganut agama resmi Islam tetap menjamin agama-agama lain dan oleh pemerintah diupayakan menciptakan ketentraman, kedamaian bagi masyarakat walaupun pemegang jabatan adalah pemimpin-pemimpin muslim, tidak berarti Islam dapat dipaksakan oleh semua pihak, sebagai konsekwensi semua masyarakat termasuk non muslim harus menghargai dan menjunjung tingi konstitusi negara kebangsaan Malaysia.

3.       Islam di Indonesia
Ditinjau dari sudut sejarah, agama Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai cara. Pada umumnya pembawa agama Islam adalah para pedagang yang berasal dari jazirah Arab, mereka merasa berkewajiban menyiarkan agama Islam kepada orang lain. Agama Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai, tidak dengan kekerasan, peperangan ataupun paksaan.
Ada beberapa pendapat para ahli tentang waktu dan daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Indonesia, di antaranya yaitu:
a.       Drs Juned Pariduri, berkesimpulan bahwa agama Islam pertama kali masuk ke Indonesia melalui daerah Sumatra Utara (Tapanuli) pada abad ke-7. Kesimpulan ini didasarkan pada penyelidikannya terhadap sebuah makam Syaikh Mukaiddin di Tapanuli yang berangka tahun 48 H (670 M).
b.      Hamka, berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Jawa pada abad ke-7 M(674). Hal ini didasarkan pada kisah sejarah yang menceritakan tentang Raja Ta-Cheh yang mengirimkan utusan menghadap Ratu Sima dan menaruh pundi-pundi berisi emas ditengah-tengah jalan dengan maksud untuk menguji kejujuran, keamanan dan kemakmuran negeri itu. Menurut Hamka, Raja Ta-Cheh adalah Raja Arab Islam.
c.       Zainal Arifin Abbas, berpendapat bahwa agama Islam masuk di Sumatra Utara pada abad 7 M (648). Beliau mengatakan pada waktu itu telah datang di Tiongkok seorang pemimpin Arab Islam yang telah mempunyai pengikut di Sumatra Utara.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M. Pada abad ke-13 agama Islam berkembang dengan pesat  ke seluruh Indonesia. Hal itu di tandai dengan adanya penemuan-penemuan batu nisan atau makam yang berciri khas Islam, misalnya di Leran (dekat Gresik) terdapat sebuah batu berisi keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun pada tahun 1082 dan di Samudra Pasai terdapat makam-makam Raja Islam, di antaranya Sultan Malik as-Shaleh yang meninggal pada tahun 676 H atau 1292 M.

Berbeda dengan pendapat di atas, dua orang sarjana barat yaitu Prof. Gabriel Ferrand dan Prof. Paul Wheatly. Bersumber pada keterangan para musafir dan pedagang Arab tentang Asia Tenggara, maka ke-2 sarjana tersebut bahwa agama Islam masuk ke Indonesia sejak awal ke-8 M, langsung dibawa oleh para pedagang dan musafir Arab.

1.      Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
a.       Masa Kesulthanan
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut.
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan diri dalam bentuk yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit, kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengkodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa. Tercatat dalam sejarah Banjar, di  berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong  tangan untuk pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.
Guna memadu penyebaran agama Islam dipulau jawa, maka dilakukan upaya agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya, serta dibangun masjid sebagai pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini  seperti  ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya.
b.      Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relatif damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:
1. Bidang agama murni atau ibadah;
2. Bidang sosial kemasyarakatan; dan
3. Politik.
Terhadap bidang agama murni, pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.

Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
c.       Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari  “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui asosiasi.
Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan  (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Ada tiga perantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang yang menguntungkan kaum muslimin, yaitu:
1.      Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
2.      Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3.      Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.

2.      Tokoh-Tokoh Dalam Perkembangan Islam Di Indonesia
Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat dilepas dari peran aktif para ulama. Melalui merekalah Islam dapat diterima dengan baik dikalangan masyarakat. Di antara Ulama tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Hamzah Fansuri
Ia hidup pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1590. Pengembaraan intelektualnya tidak hanya di Fansur-Aceh, tetapi juga ke India, Persia, Mekkah dan Madinah. Dalam pengembaraan itu ia sempat mempelajari ilmu fiqh, tauhid, tasawuf, dan sastra Arab.
b.      Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari
Beliau lahir di Moncong Loe, Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626 M/1037 H. Ia memperoleh pengetahuan Islam dari banyak guru, di antaranya yaitu; Sayid Ba Alwi bin Abdullah Al-‘allaham (orang Arab yang menetap di Bontoala), Syaikh Nuruddin Ar-Raniri (Aceh), Muhammad bin Wajih As-Sa’di Al-Yamani (Yaman), Ayub bin Ahmad bin Ayub Ad-Dimisqi Al-Khalwati (Damaskus), dan lain sebagainya.
c.       Syaikh Abdussamad Al-Palimbani
Ia merupakan salah seorang ulama terkenal yang berasal dari Sumatra Selatan. Ayahnya adalah seorang Sayid dari San’a, Yaman. Ia dikirim ayahnya ke Timur Tengah untuk belajar. Di antara ulama sezaman yang sempat bertemu dengan beliau adalah; Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman Bugis Al-Batawi dan Daud Al-Tatani.
d.       Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani
Beliau lahir di Tanar, Serang, Banten. Sejak kecil ia dan kedua saudaranya, Tamim dan Ahmad, di didik oleh ayahnya dalam bidang agama; ilmu nahwu, fiqh dan tafsir. Selain itu ia juga belajar dari Haji Sabal, ulama terkenal saat itu, dan dari Raden Haji Yusuf di Purwakarta Jawa Barat. Kemudian ia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan menetap disana kurang lebih tiga tahun. Di Mekkah ia belajar Sayid Abmad bi Sayid Abdurrahman An-Nawawi, Sayid Ahmad Dimyati dan Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Sedangkan di Madinah ia berguru kepada Syaikh Muhammad Khatib Sambas Al-Hambali. Selain itu ia juga mempunyai guru utama dari Mesir.
Pada tahun 1833 beliau kembali ke Banten. Dengan bekal pengetahuan agamanya ia banyak terlibat proses belajar mengajar dengan para pemuda di wilayahnya yang tertarik denga kepandaiannya.. tetapi ternyata beliau tidak betah tinggal di kampung halamannya. Karena itu pada tahun 1855 ia berangkat ke Haramain dan menetap disana hingga beliau wafat pada tahun 1897 M/1314 H.
e.       Wali Songo
Dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa terdapat sembilan orang ulama yang memiliki peran sangat besar. Mereka dikenal dengan sebutan wali songo.
Para wali ini umumnya tinggal di pantai utara Jawa sejak dari abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16. Para wali menyebarkan Islam di Jawa di tiga wilayah penting, yaitu; Surabaya, Gresik dan Lamongan (Jawa Timur), Demak, Kudus dan Muria (Jawa Tengah), serta di Cirebon Jawa Barat. Wali Songo adalah para ulama yang menjadi pembaru masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru seperti, kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Adapun wali-wali tersebut yaitu; Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria.












BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
      Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut:
1.      Perkembangan Islam di Indonesia adalah berkat peran para pedagang dari Jazirah Arabia melalui jalan perdagangan, dakwah dan perkawinan.
2.      Para ulama awal yang menyebarkan Islam di Indonesia di antaranya yaitu; Hamzah Fansuri, Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari, Syaikh Abdussamad Al-Palimbani, Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani dan wali songo (Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria).

2.      Kritik dan Saran
Demikian pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga pembahasan dalam makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan kami pun berharap pula kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan terima kasih.













DAFTAR PUSTAKA

Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam : BagianKetiga diterjemahkan Ghufron A Mas’adi dengan judu A History of Islamic Soietes (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999)
Jonh Esposito, The Oxfort Encyclopedia of The Modern Islamic Word Volume III, (New York: Oxford Unversity Press, 1995)
Harry J. Benda, “Kontinuitas dan Perubahan Dalam Islam di Indonesia,” dalam Taufik Abdullah (ed.), Sejarah dan Masyarakat: Lintasan Historis Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus dan Yayasan Obor Indonesia, 1987),


[1] [1]merupakan bagian dari Kepulauan Nusantara yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Islam masuk ke Malaysia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat pada sekitar abad ke-9, bersamaan dengan masuknya Islam ke Kepulauan Nusantara. Pengaruh Barat masuk bersamaan dengan mendaratnya para pelaut Portugis di pesisir Malaka pada tahun 1511. Dari sini, mereka meluaskan koloninya ke Kepulauan Nusantara yang kemudian dikenal sebagai Indonesia. Lihat http://www.al-shia.org/html/id/service/Info-Negara-Muslim/Malaysia.htm
[2] Marsal GS Hodgson, The Ventural of Islam vol. II (Chicago: University of Chicago Pres, 1997), h. 548.
[3]Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam : BagianKetiga diterjemahkan Ghufron A Mas’adi dengan judu A History of Islamic Soietes (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 357.
[4]Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Malaysia, disadur tanggal, 18 Juni 2009
[5] Jonh Esposito, The Oxfort Encyclopedia of The Modern Islamic Word Volume III, (New York: Oxford Unversity Press, 1995), h. 35.

[2] [6]Menurut data dari US Departement of State, jumlah keseluruhan penduduk Malaysia pada tahun 2008 adalah 27.5 juta orang. 60,4% (16,2476 juta) adalah penganut Islam, 19,2% (5,1648 juta) adalah Budha, 9,1% (2,4479 juta) adalah Kristen, 6,3% (1,6947 juta) adalahHindu, 2,6% (0.6994 juta) adalah Konfusiu, 0,8%  (0,2152 juta) adalah agama kaum pribumi, 0,4% (0,1076 juta) adalah lain-lain dan 1,2% (0,3228 juta) tidak diketahui agamanya, lihat http://www. State gover pabgn, 2777 htm diakses pada tanggal 18 Juni 2009

[3] [16] Harry J. Benda, “Kontinuitas dan Perubahan Dalam Islam di Indonesia,” dalam Taufik Abdullah (ed.), Sejarah dan Masyarakat: Lintasan Historis Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus dan Yayasan Obor Indonesia, 1987), h. 31-32.
[17]Pengaruh sufi dalam penyebaran Islam di Nusantara, lihat dalam Mahayudin Haji Yahaya, Islam di Alam Melayu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998), h. 7-13
[18]Lihat dalam A. H. Johns, “Sufism as a Category in Indonesian Literature and History,” Journal of Southeast Asian History, 2 (2), 1961, h. 10-23; A. H. Johns,  “Sufism in Southeast Asia: Reflections and Reconsiderations,” Journal of Southeast Asian History, 26 (1), 1995, h. 169-183
[19]Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, op. cit, h. 137
[20] Muhammad Syamsu AS, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, (Cet. II; Jakart: PT. Lentera Basritama, 1999), h. 118
[21] Ibid.